2023: Cinta, Harapan dan Pertualangan

Januari 2024. Tak terasa 12 bulan kembali sudah dilewati. Tahun yang panjang, tahun yang banyak perubahan, tahun yang penuh dengan hal baru, tahun dimana diri ini merasakan hal yang belum pernah dipikirkan sebelumnya. Campur aduk, penuh suka dan cita, penuh bahagia dan air mata, penuh perjuangan dan kebahagian, penuh tantangan.

2023 ini kemudian kusimpulkan menjadi tahun penuh cinta, harapan dan pertulangan.

Cinta. Tahun penuh cinta. Tahun dengan perjalanan hidup yang penuh misteri akan cinta. Siapa sangka di tahun ini aku diramalkan oleh dua orang yang usianya terpaut jauh di atasku, orang yang ku kenal dekat, dan dengan ramalan yang sama, kemudian ntah bagaimana ceritanya bahwa ramalan itu benar adanya, setidaknya aku rasakan sendiri. Sungguh tak pernah mengira! Barangkali kebetulan, barangkali memang ramalan itu memang ada teorinya. Aku kira tak ada kabar tentang cinta di tahun ini, ternyata benar kata orang, ketika sedang tidak terlalu memikirkan cinta, cinta itu hadir bahkan tiada terduga. Tak pernah terfikir olehku akan ada cinta yang ku ukir seperti cinta yang aku jalani saat ini, cinta yang penuh teori, cinta yang penuh perhitungan, cinta yang aku yakini bernilai dan akan berjalan infinity, cinta yang penuh ketulusan dan kebahagian. Ada airmata yang silih berganti dengan kebahagian, ada airmata yang tak bisa dihindari dan diajak berdamai. Dan cinta yang aku alami saat ini sungguh cinta yang tak bisa dijelaskan bagaimana dan akan seperti apa. Cinta yang penuh dengan cinta. Cinta yang penuh dengan cerita. Cinta yang ntah bagaimana aku yakini dan berharap takkan ada akhirnya.

Harapan. Suatu kata yang akan selalu menjadi acuan untuk memotivasi diri berbuat dan merasakan sesuatu. Harapan mengunjungi rumah Allah menjadi harapan yang sudah lama kutulis dan kemudian 2023 menjadi kenyataan. Mengunjungi Madinah dan Makkah, meliha ka’bah dan menciumnya, menjadi harapan terindah yang dikabulkan Allah di tahun ini. Memiliki seseorang yang sangat berarti dalam hidup ini menjadi harapan kedua yang menghiasi kehidupan di tahun 2023 walaupun harapan ini masih menjadi harapan yang akan masih tertulis. Mendapatkan sertifikasi dosen menjelang akhir tahun menjadi penutup harapan untuk karirku di tahun lalu yang juga kusyukuri penuh suka cita.

Pertualangan mengarungi kehidupan di tahun 2023 kemudian ternyata lebih menantang dibandingkan di tahun 2022. Ada banyak tugas baru yang harus aku selesaikan. Ada banyak negara dan kota baru yang aku kunjungi di tahun ini. Bangkok, Osaka, Kyoto, London, Leeds, Birmingham, Nottingham, Newcastle, Edinburgh, Glasgow, dan Vancouver menjadi 11 kota di luar sana yang aku kunjungi. Tak lupa Labuan Bajo, Manado dan Makassar, menjadi 3 kota baru yang juga menambah ceklis kunjunganku ke kota-kota di Indonesia. Ada banyak risiko berpertualangan yang aku hadapi dan jalani. Risiko dan pengorbanan yang kemudian menghiasi kehidupanku di tahun 2023. Kembali kepada teorinya, hidup sungguh kemudian memang suatu pilihan. Apapun yang dipilih, dipikirkan dengan matang untuk menjalaninya, akan selalu menghasilkan risiko yang kemudian mengorbankan pilihan lain yang sedang tidak dipilih pada saat itu.

Dear 2024. Terlalu banyak harapan baru yang aku tuliskan, masih ada harapa yang belum tercapai dan dituliskan kembali. Menjalankan tiga tugas utama dosen, tridharma, pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat dengan maksimal dan seimbang menjadi prioritas utama di tahun ini. Hidup bersama orang baru dengan penuh cinta di bawah atap yang sama menjadi harapan yang semoga 2024 menjadi tahun yang terbaik bagiku. Kesehatan diri ini, orang tua, keluarga, orang-orang yang disayangi, menjadi doa yang tak pernah terlewatkan dan terus menghiasi doa ini. Semoga 2024 akan dihiasi dengan hal-hal positive dan penuh kebahagian. Aaminn..

2022: Menjadi pemimpin dan dipimpin

Seperti biasa, di awal tahun di setiap tahunnya mencoba merefleksikan diri ini terhadap apa yang sudah dilakukan dan didapatkan serta dipelajari selama tahun 2022. Lalu kuputuskan untuk menulis tema yang memang diri ini masih jauh dari memahami makna leadership atau kepemimpinan yang sesungguhnya. Ku tulis artikel ini, seperti biasa, tentu saja dari perspektif diri ini, berdasarkan pengalaman.

Tahun 2022 seperti yang sudah pernah diceritakan di postingan sebelumnya, pertama kali nya diri ini bergabung sebagai manajemen di Fakultas, atau dengan kata lain memegang jabatan struktural. Betul pertama kali sejak diri ini bergabung di akhir Tahun 2018 sesaat setelah diri ini menyelesaikan program PhD.

Kadang jika ada yang bertanya apakah pernah merencanakan akan memegang jabatan struktural secepat ini? Bahkan becandaan teman yang sesama lulusan dari Imperial dan sama-sama menjadi dosen di sini mengatakan bahwa diri ini adalah contoh lulusan tersukses dari Imperial. Sukses dengan defisini memegang jabatan struktural. Padahal menurut saya, ini bukanlah bagian dan kesuksesan, tapi betul tak bisa disangkal merupakan bagian dari suatu pencapaian. Well sukses dan pencapaian saya rasa dua hal yang agak berbeda.

Bagiku bergabung menjadi manajemen fakultas bukanlah cita-cita yang ditulis di tahun 2021. Tapi memang kuakui bahwa pernah terlintas akan keinginan diri ini bergabung di manajemen. Bukan kareka kedudukannya, bukan karena gajinya, tapi sepertinya diri ini memang memiliki ketertarikan di bidang manajerial seperti ini, mengurusi orang-orang, mengurusi administrasi. Senang saja punya kesibukkan seperti ini. Mungkin itu juga apa yang orang-orang sampaikan, apa yang kita dapatkan adalah apa kita pikirkan, walaupun hanya terpikirkan sekilas.

Lantas apa yang dipelajari selama satu tahun pertama ini?

Singkat cerita, jabatan yang aku pegang bukan jabatan tinggi, bahkan bisa dibilang jabatan biasa saja di manajemen se-fakultas dimana aku punya atasan dan juga ku punya beberapa staff yang membantuku menjalankan semua aktivitas manajerial ini, sehingga aku bisa memposisikan diri sebagai seoarang bawahan dan juga sebagai seorang atasan dalam waktu bersamaan.

Merasakan mempunya staff yang membantuku mengerjakan aktivitas sehari-hari kemudian sampai di suatu kesimpulan bahwa seorang atasan itu memerlukan staff yang patuh, kreatif, inisiatif dan ceria. Saya rasa 4 personality ini yang kemudian menjadikan seorang atasan akan betah dan senang dengan staffnya.

Patuh? Yup, dalam hal kerjaan dan ide, staff harus percaya bahwa yang disampaikan oleh atasannya sudah dipikirkan dengan baik-baik dengan beberapa pertimbangan, sehingga jika seoarang atasan meminta kita sebagai bawahan untuk melaksanakannya, ya laksanakan, tanpa membatah, dan jika tidak diminta memberikan ide, jangan memberikan ide, ini dilarang. Patuh dan disiplin akan menjadi dua hal yang sangat berkaitan erat.

Kreatif? Seorang bawahan harus bisa sekreatif mungkin agar juga dapat disenangi oleh atasan. Kenapa? Karena akan banyak tugas yang diminta atasan untuk dikerjakan dengan hanya memberikan gambaran umum saja. Maka disinilah kreativitas yang diperlukan, bagaimana kamu bisa mengembangkan tugas yang diberikan menjadi sesuatu yang memang outstanding.

Inisiatif? Kata personality ini bisa menjadi satu kelemahan tapi tentu saja seringkali menjadi kekuatan kita. Kenapa? Karena jika staff tersebut cenderung pendiam, tidak menyampaikan apa progres yang sudah dilakukan, tidak mengerjakan kecuali diminta, menjelaskan sesuatu hanya ketika ditanya saja, maka secara performa seorang staff tersebut akan dianggap tidak bagus sehingga kemudian rentan untuk dikeluarkan. Well, I did faced this issue.

Ceria? Staff yang tidak kreatif namun ceria, akan mengalahkan staff yang inisiatif namun tidak ceria. Ceria tentu sangat erat kaitannya dengan easy going. We have to be an easy going person in order to survive at your work. Jika kita merasa introvert maka cobalah pelajari tips agar bisa menjadi orang yang ceria dan easy going. Well, terlalu ceria yang kemudian dekat dengan istilah negatif carmuk juga dilarang. Pemimpin yang berpengalaman akan bisa menilai staffnya yang carmuk atau memang menyenangkan.

Kemudian sampai juga di suatu kesimpulan bahwa suka tidak suka, bahwa ternyata tips untuk survive bekerja adalah selama dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya dan dapat memenuhi semua keinginan atasannya. Keinginan dalam hal pekerjaan.

Lantas bagaimana tantangan menjadi pemimpin? Ternyata menjadi pemimpin itu percayalah bukan sesuatu hal yang mudah. Mengontrol emosi adalah kunci yang perlu selalu diperhatikan. Ada pepatah yang menyatakan, kita tidak bisa menyenangi semua orang, lantas kadang ini memang sangat berlaku untuk para pimpinan. Ada masanya kita sebagai pimpinan mengatakan kepada staff bahwa yang sudah dipersiapkan adalah garbage atau jauh dari apa yang diharapkan, kemudian akan melukai hati staff tersebut. Namun terkadang hal tersebut sangat sulit dihindari demi mencapai hal yang lebih baik lagi. Mungkin yang perlu diperhatikan bagaimana untuk menyampaikannya. Kemudian akan ada masa-masa harus menegur staff yang tidak disiplin, lagi-lagi teorinya seorang staff tidak suka jika diperingatkan seperti ini. Namun untuk kebaikan, seorang pemimpin harus berani mengatakannya.

Apakah pernah staff saya diperingatkan oleh atasan saya? Pernah. “Bu Dhila, tolong dilatih staffnya agar behaviournya lebih baik lagi”, well, ini dengan nada yang sangat marah. Apakah saya sendiri pernah dimarahi atasan? Tentu saja pernah. “Bu Dhila harap dapat memerhatikan administrasi yang baik dan benar”. Apakah saya menjadi kesal? Menariknya tidak sama sekali, sebaliknya saya merasa bersalah karena tidak menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.

Kadang sering terlintas di pikiran, buat apa diri ini bekerja siang malam menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk hal-hal manajerial ini? Bahkan seringkali mengeyampingkan hal terkait pengajaran dan penelitian. Ntahlah, mungkin diri ini yang berprinsip jika sedang diberikan amanah, maka harus dapat menjalankan amanah ini to the max dengan sebaik-baiknya, walaupun kemudian berdampak negatif pada hal lainnya.

Pada akhirnya apapun yang dijalani merupakan suatu pilihan yang selalu yang ada resikonya dan tentu saja ada benefitnya. Yang perlu tetap dipertahankan adalah agar selama pilihan itu membahagiakan diri sendiri termasuk bahagia menghadapi resiko yang ada, it is worth it to face it.

10 years ago

September 2012, 10 tahun yang lalu adalah kali pertama aku menginjakkan kaki di bumi Eropa, tepatnya di Ibukota Perancis yaitu kota Paris. 10 tahun yang lalu, kali pertama aku memulai hidup jauh puluhan ribu kilometer dari kedua orangtua. Beruntung ketika itu aku berangkat ke Paris tidak sendirian, melainkan bersama teman-teman yang kebetulan juga akan melanjutkan studi S2 di negara Perancis.

Kebetulan saja diri ini tidak sendirian mengambil program S2 di kampus tersebut, di kampus yang terletak di daerah Noisy le champs, sebelah timur kota Paris, kampus Ecole Nationale Ponts et Chaussess, yang sekarang sudah berganti nama menjadi Ecole des Ponts, ParisTech, kampus yang menyediakan jurusan Teknik Sipil terbaik se Perancis. Melainkan berdua dengan seorang teman yang berbeda agama, cowok, terpaut usia 2 tahun denganku, dan dari kampus asal Indonesia yang juga berbeda. Kami berdua juga kemudian mendapatkan dan tinggal di apartemen mahasiswa yang juga sama namun berbeda lantai.

Throwback 10 tahun yang lalu, melanjutkan dan mengikuti perkuliahan S2 di kampus ini bisa dikatakan menjadi perlajanan studi terberat dan terburuk selama hidupku. Bahkan jika dibandikan dengan S3, tetap studi S2 menjadi studi yang takkan pernah terlupakan. Barangkali ini dikarenakan kali pertama diri ini ke luar negeri, barangkali juga karena memang jurusan yang aku pilih jurusan favorite yang memang sulit. Barangkali juga teman-teman seangkatan di jurusan ini orang-orang terbaik dan pintar yang bahkan diri ini merasa tidak bisa menyaingi dengan baik.

3 bulan ketika itu saat mulai studi S2, masalah hidup lain pun menghiasi. Diri ini yang ketika itu sempat dekat dengan seorang teman cowok kemudian dengan alasan yang tidak bisa dijelaskan disini, aku pun memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami ketika itu. Keputusan sepihak dariku dan membuat sang teman menjadi terpukul hingga kami berdua menjadi dua orang asing yang tak pernah kenal selama satu tahun ke depan di Paris. Aku pun kemudian tidak bisa mengontrol emosi dan stress akibat kejadian ini dan juga bercampur dengan beratnya perkuliahan, hingga akhirnya sungguhku teringat sekali, akibat kejadian tersebut berat badan ini semakin naik dari hari ke hari hingga berat badanku naik 15 kg lebih.

Perkuliahan S2 ku di Prancis tidak mengenal adanya sistem penilaian dari tugas ataupun dari kehadiran seperti layaknya ketika ku studi S1 di UI. Melainkan nilai kami adalah nilai murni yang kami dapatkan ketika ujian. Ujian pun hanya 1 kali saja di akhir untuk setiap mata kuliah, bukan juga terdiri dari UTS dan UAS seperti halnya di Indonesia. Namun beruntung disini mengenal adanya sistem remedial untuk ujian. Jika ada ujian yang tidak lulus yaitu dengan nilai dibawah 10 dari nilai maksimum 20, maka kita bisa meminta dosen untuk memberikan kita ujian perbaikan, namun walaupun pada saat ujian perbaikan kita mendapatkan nilai sempurna, namun nilai maksimum yang bisa diakui dan tertulis di transkrip nilai ada 10 dari skala 20. Lantas apa yang terjadi 2 semester aku disana, dimana terdapat 6 mata kuliah yang aku ikuti tiap semesternya?

Teringat sekali ada beberapa ujian yang diri ini mendapatkan nilai terendah dari total 26 orang se angkatan. Terendah, bahkan aku hanya mendapatkan nilai 7 dari skala 20. Bayangkan saja tujuh point zero. Lantas diri ini kemudian mengikuti ujian perbaikan, namun dikarenakan memang mata kuliah ini sulit dan aku ntah kenapa tidak bisa memahami dengan baik mata kuliah ini walaupun sudah belajar bahkan minta temanku untuk menjelaskan padaku, pada saat ujian perbaikan dengan soal ujian yang berbeda dari ujian pertama, menjadikan diri ini hanya mendapatkan nilai 5 dari 20. Apakah aku diberikan kembali ujian perbaikan? Tidak! Yap kemudian nilai 5 ini pun tertulis jelas di transkrip nilai S2ku. Sungguh sangat menyedihkan sekali.

10 tahun kemudian hari ini, total hampir 6.5 tahun hidup di Eropa membawaku pada sebuah kesimpulan, be the kindest and the best person and be a good person to your surrounding friend barangkali menjadi kesimpulan dari perjalanan hidup sendiri di Eropa. Percayalah, bahwa teman-teman, orang-orang yang kita temui pada saat kita hidup ini, pada saat kuliah, pada saat mampir hidup di negeri orang, would stay be your friend pada saat kita sedang berada dalam lingkaran yang sama dengan mereka. Ketika kita menjadi orang yang baik, orang yang menyenangkan, maka akan banyak teman-teman yang baik dan menyenangkan juga yang akan ada di sekeliling kita pada saat itu yang membuat hidup ini serasa hidup dan bahagia serta berwarna, iyaa hanya pada saat itu. Ketika kita pindah ke tempat baru dan tidak lagi hidup bersama, maka tidak akan banyak lagi curhatan yang akan didengar, tidak akan ada lagi sapaan rutin yang memanggil, tidak akan ada lagi canda tawa bersama yang rutin, semua akan pudar dan hidup kita pun akan digantikan dengan orang-orang baru yang kita temui. Begitu terus, seterusnya. Apakah ada yang stayed? Ada. Namun bisa dikatakan hanya 1 dari 100 orang, yang akan terus be your true friend and you also choose to choose her / him to be your forever friend.

10 tahun yang lalu ketika itu hingga 10 tahun berlalu hingga hari ini, perjalanan demi perjalanan yang kupilih dan kulalui kemudian merupakan suatu pembelajaran yang kemudian bermanfaat untuk perjalanan yang akan aku pilih dan kulalui di masa depan, apakah masa depan yang dalam waktu dekat, besok, maupun masa depan yang paanjang yang bahkan belum terlihat arahnya seperti apa.

Depok, 4 September 2022

Apresiasi dan Rekognisi

Flashback kehidupan 3 bulan terakhir, ada banyak yang ingin dituliskan, tentang orang baru, tentang tempat baru, tentang posisi baru. Namun cerita ini kurangkum saja dengan sedikit menyisipkan majas hiperbola dan litotes disini.

Pertama. Ku ingin bercerita tentang seorang atasan yang super easy going. Sebut saja Bapak A. Sebelum bergabung disini ku sama sekali belum pernah mendengarkan nama si Bapak pun apalagi kenal dengan Bapak ini. Memang beda program studi, dan juga terpaut umur yang sangat jauh. Namun dalam kurun waktu 2 bulan, si Bapak dan diriku sudah menjadi sangat akrab. Mencoba merenung, barangkali karakter si Bapak yang super easy going dan tidak memandang bawahan sebagai bawahan melainkan partner serta melihat diriku sebagai anak muda yang membutuhkan bimbingan yang kemudian menjadikan kita berdua terasa dan terlihat sangat akrab. Si Bapak sering sekali bercerita tentang perjuangan dan lika liku kehidupan yang sudah beliau tempuh berpuluh-puluh tahun silam. Beliau bercerita tentang apa yang harusnya tidak perlu kutiru dan harus kutiru. Si Bapak yang setiap pagi atau sore selalu saja mampir di ruangan untuk sekedar bercengkrama atau bercerita hal-hal yang ringan. Ahh, ku sangat senang sekali berdiskusi dan mendengarkan cerita dan guyonan si Bapak.

Kedua. Cerita tentang seorang atasan lainnya yang juga belum ku kenal sebelumnya dan sekarang beliau menjadi atasanku. Sebut saja Bapak B. Melihat Bapak B ini ku jadi teringat ketika ku pernah menjabat sebagai Ketua atau Presiden dari sebuah Program beberapa tahun silam. Ada seseorang staff iya sebut saja staff karena diriku menjadi ketua dan temanku ini menjadi ketua bidang yang terluka akibat diri ini yang tidak mengapresiasi dan merekoginisi kerjaan temanku ini dengan baik. Sungguh memang diri ini sangat menyesal. Memang ku saat itu terasa sangat tidak bijak dan dewasa, masih umur 24 tahun saat itu, yang belum paham betapa pentingnya arti sebuah apresiasi dan rekognisi. Sang teman yang sangat terluka akhirnya memutuskan untuk tidak terlibat lagi dan bahkan membenci diriku. Semoga kesalahan ini sudah dimaafkan oleh sang teman. Jika waktu ketika itu bisa berputar kembali, maka aku akan mengucapkan terima kasih dan selalu mengapresiai dan merekognisi apa yang temanku ini lakukan dengan sebaik-baiknya dan dengan penghargaan yang setinggi-tingginya walaupun pekerjaan yang dia lakukan belum sesuai targetku, ini penting, apresiasi dan rekognisi walaupun sedikit. Memang benar, ku saat ini sedikit dejavu karena sedang merasakan apa yang dirasakan oleh temanku dulu karena sang Bapak B yang sampai saat ini belum mengapresiasi dan merekognisi diri ini pun pekerjaan yang ku lakukan. Belum. Kita lihat saja nanti, barangkali memang waktu yang menjawab atau memang beliau akan seperti ini hingga akhir.

Ketiga. Seorang Bapak lainnya, sebut saja Bapak C, yang sangat kukagumi. Beliau sungguh senior yang sangat bijak dan berpengalaman. Pantas saja banyak sekali yang menyenangi beliau. Walaupun dari segi usia, usiaku ku juga terpaut jauh dengan beliau, namun beliau tetap menghargaiku sebagai seorang partner pun sekaligus sebagai seorang junior yang perlu bimbingan. Beliau dengan sangat terbuka mengarahkanku serta mengajariku tentang teori-teori baru, informasi baru, yang perlu ku ketahui agar bisa menjalankan dan menyelesaikan jabatan yang sedang kupegang ini dengan sebaik-baiknya pun mengajakku agar dapat berkembang ke arah positive. Beliau juga selalu memperkenalkanku dengan sangat baik kepada setiap orang yang belum ku kenal. Barangkali nanti ketika ku mempunyai kesempatan untuk menjadi pimpinan teratas, hal yang sama akan ku terapkan pada staffku nanti. Sungguh contoh atasan yang perlu patuh menjadi teladan.

Terakhir Bapak-Bapak yang usianya tidak terpaut jauh denganku. Walaupun juga kita sebelumnya belum saling kenal, namun kekeluargaan itu sudah terasa dari awal. Keluarga baru yang menyenangkan. Semoga ku dapat banyak belajar disini dan menjadikanku lebih bijak dan dewasa.

Sebagai kesimpulan, barangkali apresiasi dan rekognisi dirasa sangat penting dalam banyak hal. Mulai dalam keluarga, ibu yang selalu mengapresiasi anaknya, dalam kelas, seorang dosen atau guru yang mengapresiasi usaha mahasiswanya dengan positive, dalam organisasi, seorang atasan yang mengapresiasi dan merekognisi bawahannya, banyak lagi lainnya. Tentu ini juga berlaku vice versa. Anak yang menghormati orang tua, murid yang menghargai dosen, serta bawahan yang tentunya menghormati atasannya.

Depok, ramadhan ke 9.

Puasa Senin Kamis

Depok, 5 April 2022

Sejak siang hingga sore hari kota Depok diguyur hujan deras. Aku yang duduk di tepi jendela mendapati langit sudah abu-abu bahkan sangat gelap sekali padahal jam baru menunjukkan pukul 5 sore. Khawatir jalanan akan macet selain pasti kebanyakan orang akan mengejar untuk bisa sampai di rumah pukul 6 sore sebelum adzan berkumandang, yang artinya umat muslim sudah bisa berbuka puasa. Begitupun diri ini, bergegas menyiapkan barang-barang dan selanjutnya menuju mobil yang siap untuk dikendarai.

45 menit perjalanan dari kampus ke rumah dengan hujan deras dan petir yang sesekali menyambar menghiasi langit abu-abu di sore hari ini. Azan pun berkumandang, aku pun duduk di meja makan berdua dengan mba yang baru 3 minggu menemaniku di rumah. Berdua saja.

Ntah kenapa sore ini begitu sendu. Kita bercerita berdua tentang hal yang belum dicapai, tentang hal yang masih belum diijabah olehNya, tentang masalah yang kita hadapi masing-masing. Aku bercerita padanya tentang hal yang inginku dapatkan dan sudah kunanti setiap hari bertahun-tahun. Tentu saja air mataku pun ikut menghiasi ceritaku bersama mba yang baru aku kenal 3 minggu ini.

“Puasa senin kamis! Sebelum aku dapat kerjaan disini, aku puasa senin kamis sebulan penuh. Puasa senin kamis adalah jalanku sampai bertemu dengan kakak disini setelah satu tahun di rumah saja tanpa ada kerjaan”. Begitu potongan cerita dari mba yang terpaut usia 7 tahun denganku dan memanggilku dengan sebutan kakak. Kuterharu dan tanpa disadari air mata ini lansung mengalir. “Sudah setahun aku mencari pekerjaan, tiba-tiba ada sms dari temanku yang menanyakan apakah aku sudah dapat kerjaan”. Dan ini sms dari orang yang kuhubungi pertama kali menanyakan apakah ada kenalan yang sedang dan mau kerja denganku. “Tentu saja lansung aku iyakan”, tambahnya.

Lalu bagaimana denganku? Teringat ketika itu memang diri ini pasrah dan berdoa oleh Allah agar dapat diberikan teman sekaligus yang bisa membantuku sehari-hari karena ada perasaan khawatir tinggal sendiri. Memang tidak sulit bagiku dan tidak perlu menunggu waktu yang lama agar keinginanku ini dijabah oleh Allah. Bahkan tidak lebih satu minggu, tiba-tiba aku mendapatkan WA dari mba yang sekarang sudah tinggal bersamaku yang menyampaikan kepadakuu kalau dia mau tinggal denganku. Alhamdulillah, Allah pertemuanku dengan orang baik yang memang cocok denganku.

Terdiam sejenak sambil bersyukur dan terpana akan hal yang sama namun dengan cerita yang berbeda. Di satu sisi mba yang tinggal denganku sekarang sudah menanti akan diberikan pekerjaan oleh Allah selama hampir 1 tahun. Sementara diri ini tidak kurang dari satu minggu mengharapkan kehadiran teman yang dapat membantuku di rumah. Barangkali semua hal keinginan yang diraih apapun ini tentu akan melibatkan setidaknya dua cerita yang berbeda. Tentu saja pada waktu yang tepat dan bersama orang yang tepat. Lantas perbanyak bersyukur, positive thinking dan tetap optimis serta ikhtiar untuk mewujudkan satu persatu hal yang belum dicapai.